Manhaj

Al-Jarh wa at-Ta’dil Apa Sudah Berakhir?

Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah

Pertanyaan : Terkait dengan Takhrij hadits, Ta’dil dan Tajrih terhadap para perawi, di sana ada yang berpandangan bahwa pintu Ilmu Rijal (yakni ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil) telah tertutup, atau telah berakhir sejak lama. Bagaimana pandangan Anda wahai Syaikh?

Jawab : Tidak. Ini tidak benar. Ilmu Rijal dan Tinjauan terhadap hadits masih tetap berlaku, tidak berakhir. Namun terus berlaku. Para Ahlul ‘Ilmi, wajib atas mereka untuk memiliki perhatian terhadap ilmu ini, meninjau kembali hadits-hadits, memisahkannya antara yang shahih dan yang tidak. Membimbing umat untuk itu. Tidak berhenti pada penyebutan fulan atau fulan, namun hendaknya dia melakukan penelitian. Seperti kitab “al-Muntaqa”, “Bulughul Maram”, Empat Kitab Sunan (Sunan at-Tirmidzi, Sunan Abi Dawud, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah), “Musnad Ahmad”. Hendaknya dia meninjau kembali sanad-sanadnya, memperhatikannya, mengetahui mana yang shahih mana yang tidak shahih. Sehingga dia bisa mengambil faidah dari itu dan memberikan faidah pada pihak lain.

Demikian pula hendaknya seorang penuntut ilmu yang telah Allah berikan taufiq padanya untuk mengerti tentang hadits-hadits serta sanad-sanadnya, di samping juga mengerti tentang kondisi para perawi hadits, serta sibuk dengannya. Dengan itu akan ada faidah besar untuk dirinya dan untuk orang lain.

http://www.ibnbaz.org.sa/mat/19359

* * *

asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan : “Apakah sunnah al-Jarh wa at-Ta’dil telah mati? Apa hukum membantah orang yang menyimpang, terlepas dari siapa pribadinya?

Jawab : Aku khawatir kata-kata ini merupakan kata yang benar namun dimaukan dengannya kebatilan. Al-Jarh wa at-Ta’dil tidaklah mati, tidak dikubur, tidak pula sakit, Alhamdulillah. Ilmu tersebut masih tetap ada.

Al-Jarh wa at-Ta’dil ada pada para saksi di hadapan qadhi. Mungkin lawan untuk di-jarh dan dimintai bukti. Juga ada pada periwayatan. Kita telah mendengar bacaan imam kita (dalam shalat), “Wahai orang-orang beriman, apabila datang kepadaku seorang fasik dengan membawa berita, hendaklah melakukan tabayyun (croschek).”

Al-Jarh wa at-Ta’dil akan terus ada, selama jenis manusia itu ada. Selama jenis manusia itu ada, maka al-Jarh wa at-Ta’dil akan senantiasa ada.

Namun aku khawatir akan ada yang mengatakan, bahwa orang ini telah di-jarh (majruh), padahal dia tidaklah majruh. Maka dijadikanlah kesempatan dari fatwa itu untuk menyebarkan kejelekan seseorang.

Oleh karena itu aku katakan, apabila pada diri seseorang itu terdapat kesalahan, apabila mashalahah atau kebutuhan mengharuskan untuk dijelaskan kondisinya, maka tidak mengapa. Tidak mengapa untuk dijelaskan kondisinya. Namun sebaiknya dikatakan, ‘bahwa ada sebagian orang yang melakukan demikian, ada sebagian orang yang mengatakan demikian’; hal ini karena dua sebab,

Pertama, agar dia selamat dari ta’yin (menyebut langsung nama atau sosok seorang tertentu)

Kedua, agar hukum tersebut juga meliputi yang lain (jika memang permasalahannya sama)

Kecuali apabila kita melihat seorang tertentu, umat terfitnah olehnya, dia mengajak kepada bid’ah atau kesesatan, maka ketika itu tidak mengapa melakukan ta’yin (dalam membantahnya) agar umat tidak terpedaya olehnya.”

http://www.box.net/shared/2sb4pirkcqy1429pbzvg

* * *

Al-‘Allamah Ahmad an-Najmi rahimahullah

Pertanyaan : Apakah ada pada zaman ini ‘ulama al-Jarh wa at-Ta’dil? Kalau ada, siapakah mereka?

Jawab : Iya. ‘Ulama al-Jarh wa at-Ta’dil sesuai dengan zaman mereka.

Tanya : Siapakah mereka?

Jawab : Ada, ada, ada. seperti asy-Syaikh Rabi’, Muhammad bin Hadi, as-Suhaimi

http://vb.alaqsasalafi.com/attachment.php?attachmentid=21&d=1222142058

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button