Fiqih

Kesimpulan Pembahasan Tentang Qunut Witr

asy-Syaikh DR. Muhammad bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah

sampul qunut

Unduh PDF kitabnya di sini :

adobe-pdf

1. Bahwa ucapan sebagain para imam, “Tidak shahih  satu hadits pun dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah qunut witr sebelum rukuk ataupun setelahnya”, demikian pula ucapan Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah : “Tidak shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang qunut witr satu hadits musnad pun” pernyataan ini perlu ditinjau ulang, dan tidak bisa diterima. Telah pasti riwayat hadits musnad tentang qunut witr, hadits dari shahabat al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma, hadits Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu, wallahu a’lam.

Sebagaimana telah pasti pula dari para shahabat, seperti ‘Umar bin al-Khaththab, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’b, dan lainnya. Yang seperti ini tidak ada tempat untuk ra’yu dan ijtihad, karena maqamnya adalah maqam ibadah, hukum asal penilaian dalam maqam ini adalah tauqif (dilakukan berdasarkan keterangan dalil dari Rasululullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Kalau seandainya mereka tidak memiliki tauqif (keterangan dalil dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) niscaya mereka tidak akan mengerjakannya.

2. Qunut witr disyari’at dilakukan sepanjang tahun. Praktek sunnah adalah: kadang-kadang mengerjakannya, dan kadang-kadang meninggalkannya. Hal ini berdasarkan dalil keterangan yang datang berupa perbedaan riwayat dalam hal disyari’atkannya sepanjang tahun. Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu terkadang mengerjakannya dan terkadang meninggalkannya.

Ditekankan untuk terus mengerjakan qunut witr pada separo terakhir bulan Ramadhan, sejak malam ke-16 Ramadhan. Disyari’atkan untuk meninggalkan qunut witr pada separo pertama Ramadhan kalau dia shalat sebagai imam. Ini termasuk sunnah yang banyak ditinggalkan, bahkan tidak diketahui. Walaupun kalau dia berqunut pada awal dan akhir Ramadhan, boleh.

3. Qunut witr boleh dikerjakan sebelum rukuk, boleh pula setelah rukuk. Yang afdhal (lebih utama) adalah sebelum rukuk.

4. Di antara sunnah yang banyak ditinggalkanpada masa ini, dalam qunut witr dilakukan takbir sebelum qunut dan setelahnya, apabila qunut tersebut dilakukan sebelum rukuk.

5. Termasuk praktek sunnah, imam mengeraskan bacaan doa qunut witr, dan para makmum mengaminkan.

6. Praktek sunnah dalam doa qunut adalah tidak dipanjangkan. Kalau mencukupkan pada doa yang terdapat dalam riwayat, maka itu afdhal (lebih utama). Kalau terkadang dipanjangkan sesuai kadar doa-doa yang ada dalam riwayat, maka itu boleh.

7. Lafazh-lafazh doa qunut tidak ada sesuatu yang harus. Boleh dikerjakan dengan bacaan doa apapun. Namun yang afdhal (lebih utama) membatasi pada bacaan doa yang terdapat dalam riwayat.

8. Termasuk praktek sunnah, seorang imam apabila shalat witr berjama’ah pada bulan Ramadhan, dia tidak berqunut pada separo pertama Ramadhan. Baru berqunut pada separo kedua Ramadhan, dan diiringi doa kecelakaan untuk orang-orang kafir.

9. Disyari’atkan untuk mengangkat tangan dalam qunut witr, disyariatkan pula tidak mengangkat tangan. Disyari’atkan pula untuk mengangkat tangan pada awalnya dan meluruskan tangan pada akhirnya. Semuanya boleh.

10. Tidak disyari’atkan mengusap wajah dengan kedua tengan ketika selesai doa qunut.

11. Disyari’atkan pula membaca shalawat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam doa qunut.

12. Dilakukan sujud sahwi bagi barangsiapa yang terbiasa melakukan qunut witr namun terlupa darinya. Adapun orang yang tidak memiliki kebiasaan melakukan qunut, atau seorang yang sengaja meninggalkannya, maka tidak perlu sujud sahwi.

13. Bahwa shahabat Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’b radhiyallahu ‘anhuma adalah di antara shahabat yang paling banyak dinukilkan dari mereka hukum-hukum qunut witr.

14. bahwa shalat yang paling mirip dengan shalat witr adalah shalat Maghrib, karena memang Maghrib berkedudukan sebagai witr siang hari. Maka apa yang terdapat dalam qunut Nazilah pada shalat maghrib, apa itu juga ada pada qunut witr. Yang menguatkan hal ini adalah, apa yang berlaku dalam shalat fardhu berlaku pula untuk shalat nafilah, kecuali berdasarkan dalil.

15. Mayorits hukum-hukum qunut witr ditetapkan berdasarkan perbuatan para shahabat Nabi – ridhwanullah ‘alahim – . Maqam ini termasuk yang tidak ada tempat untuk ra’yu dan ijtihad padanya, karena perbuatan seperti itu tidak mungkin dilakukan berdasarkan ra’yu semata. Sehingga riwayat-riwayat dari para shahabat tersebut berstatur marfu’ (sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam). Perbedaan pendapat di kalangan mereka termasuk dalam jenis perbedaan tanawwu’ (variatif), selama bisa dipadukan. Wallahul Muwaffiq.

(dari Kitab al-Ahadits wa al-Aatsar al-Waridah fi Qunut al-Witr : riwayatan wa dirayatan, asy-Syaikh DR. Muhammad Bazmul, hal. 86-88)

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button