AqidahManhaj

asy-Syaikh ‘Ubaid tentang “Perjanjian” Jahat dan Zhalim itu

PENGANTAR  ASY-SYAIKH ‘UBAID BIN ‘ABDILLAH AL-JABIRI

terhadap

BANTAHAN SYAIKH ARAFAT

TERHADAP SYAIKH MUHAMMAD AL-IMAM

 [sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”center”] بسم الله الرحمن الرحيم[/sc_typo_arabic]

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] الحمد لله رب العالمين وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين أما بعد:[/sc_typo_arabic]

Saya telah membaca perjanjian jahat dan zhalim yang ditulis oleh Hutsiyun dan ditandatangani oleh Muhammad bin Abdillah Ar-Raimy yang terkenal dengan Al-Imam. Demikian juga saya telah menelaah isi khutbahnya pada Idul Fitri tahun ini yaitu tahun 1435 H yang terus menerus dan dengan keras mengandung pembelaan terhadap kebathilannya yang dia lakukan dengan menandatangani perjanjian tersebut.

Di sinilah sepantasnya untuk mengingatkan dua perkara yang penting:

Pertama: Keadaan Hutsiyun, tidak tersembunyi dari seorang muslim dan muslimah pun yang memiliki pandangan dan mata hati, bahwasanya mereka adalah Rafidhah Bathiniyah yang kafir. Bahkan Al-Akh Muhammad Al-Imam pun mengetahui hal itu dengan yakin. Hal ini diketahui darinya berdasarkan berita yang bersumber dari kitabnya sendiri yang berjudul “An-Nushrah Al-Yamaaniyyah Fii Bayaani Maa Ihtawathu Malaazim Za’iimith Thaa-ifah Al-Huutsiyyah Min Dhalalaatin Iiraaniyyah” yang di dalamnya dia telah menyingkap tentang berbagai kekafiran, kehinaan, dan kejahatan mereka yang tidak terhitung jumlahnya.

Jadi di sini muncul pertanyaan: Bagaimana bisa Al-Akh Muhammad menandatangani perjanjian zhalim dan jahat tersebut?! Padahal perjanjian tersebut mengandung pernyataan bahwa kelompok Hutsiyun adalah termasuk kaum Muslimin yang beriman, sebagaimana juga yang ditunjukkan ketika mereka mengawali perjanjian mereka dengan firman Allah Ta’ala:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] إِنَّما الْمُؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ[/sc_typo_arabic]

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujuraat: 10)

Jadi konsekwensi dari pernyataan di atas adalah meyakini bahwa mereka memiliki hak ukhuwwah imaniyyah.

Dia tidak mengetahui –semoga Allah memaafkan kita dan dia– bahwa dengan dia menandatangani isi perjanjian tersebut dia telah memasukkan kepada Ahlus Sunnah hal-hal yang bukan termasuk bagian dari agama mereka. Hal itu karena penandatanganannya terhadap perjanjian tersebut merupakan bentuk pengakuan atau persetujuan darinya terhadap tindakan kekafiran dari keyakinan Rafidhah Bathiniyah. Yang semakin menguatkan dan memperjelas hal ini adalah apa yang terdapat dalam perjanjian tersebut: “Kita semua muslimun, Rabb kita satu, kitab kita satu, nabi kita satu, dan musuh kita satu, walaupun kita berbeda pendapat dalam perkara-perkara yang kecil yang sifatnya cabang.”

Saya bertanya kepadamu wahai Syaikh Muhammad, dan saya meminta jawabannya darimu dengan jelas dan tegas:

apakah engkau lupa terhadap apa yang pernah engkau paparkan tentang kelompok yang sesat dan menyimpang tersebut dan yang telah engkau singkap hakekat mereka, yaitu dalam kitab An-Nushrah Al-Yamaaniyyah?!

Ataukah engkau telah menghapusnya sehingga seakan-akan tidak pernah ada?!

Ataukah Hutsiyun telah bertaubat dari kekafiran mereka secara terang-terangan?!

Saya tanyakan kepadamu pertanyaan-pertanyaan ini dalam keadaan saya yakin bahwa antara engkau dengan perkara yang terakhir ini ada perkara yang sangat berat. Jika engkau berakal dan memiliki kecemburuan terhadap As-Sunnah, maka wajib atas engkau untuk bertaubat secara terang-terangan dari tindakanmu menandatangani perjanjian tersebut. Sama saja apakah engkau mengetahui atau tidak mengetahui, tindakanmu menandatangani perjanjian tersebut merupakan bentuk persetujuan terhadap kekafiran mereka. Penjelasannya adalah, karena kekafiran kelompok tersebut diketahui sampai oleh kaum Muslimin yang awam di Yaman sekalipun, apalagi para ulama dan penuntut ilmu yang telah mapan.

Jadi bagaimana engkau bisa demikian lancang menyetujui perkara yang sudah jelas (kebathilannya –pent) bagi orang-orang yang baik dari saudara-saudara kita dan anak-anak kita di Yaman, semoga Allah menjaganya dan menjaga negeri-negeri Muslimin dari keburukan dan kejelekan dalam perkara agama dan dunia. Dan menurut saya tidak ada penafsiran atau penjelasan yang bisa diterima bagi urusanmu, kecuali bahwa engkau telah menempuh cara salah satu kelompok dakwah yang sesat di masa ini, yaitu Al-Ikhwan Al-Muslimun. Jadi apakah engkau mengetahuinya ataukah tidak?!

فَإِنْ كُنْتَ لَا تَدْرِيْ فَتِلْكَ مُصِيْبَةٌ                                                وَإِنْ كُنْتَ تَدْرِيْ فَالْمُصِيْبَةُ أَعْظَمُ

“Jika engkau tidak mengetahui maka itu merupakan musibah.

Namun jika engkau mengetahui maka musibahnya lebih besar lagi.”

Kedua: WAJIB ATAS ULAMA YAMAN DAN PARA PENUNTUT ILMU YANG TELAH MAPAN UNTUK SECEPATNYA MENGUMUMKAN DENGAN JELAS DAN TEGAS SIKAP BERLEPAS DIRI PENANDATANGANAN TERHADAP PERJANJIAN TERSEBUT.

Demikian yang terakhir dari apa yang ditulis untuk membantah perjanjian tersebut dan penandatanganannya, hanya Allah saja yang bisa memberi taufik.

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين[/sc_typo_arabic]

Ditulis oleh:

‘Ubaid bin ‘Abdillah bin Sulaiman Al-Jabiry

Malam Kamis, 11 Syawwal 1435 H

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button